Menjawab Muadzin
Bersama Pemateri :
Ustadz Abdullah Zaen
Menjawab Muadzin ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Doa dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 26 Rabiul Awal 1446 H / 30 September 2024 M.
Kajian Tentang Menjawab Muadzin
Kajian kali ini merupakan serial nomor 221. Temanya adalah menjawab muadzin. Muadzin adalah orang yang mengumandangkan adzan. Dalam agama kita, terdapat ibadah yang ringan, tetapi pahalanya sangat besar. Salah satunya adalah menjawab muadzin.
Ini adalah amalan yang ringan, karena hanya mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muadzin. Apakah menirukan muadzin membutuhkan energi besar? Tidak. Apakah menirukan muadzin memerlukan uang? Tidak. Apakah menirukan muadzin memerlukan kecerdasan tinggi? Juga tidak. Artinya, ini adalah amalan yang ringan, namun walaupun ringan, ganjaran yang dijanjikan bagi orang yang rutin mengamalkannya luar biasa.
Salah satu sunnah yang ringan namun pahalanya istimewa adalah menjawab muadzin. Apa maksudnya menjawab muadzin? Mari kita perhatikan hadits berikut ini.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إذا قال المؤذِّنُ : اللهُ أكبرُ اللهُ أكبرُ ، فقال أحدُكُمُ : اللهُ أكبرُ اللهُ أكبرُ ، ثُمَّ قال : أشهدُ أنْ لا إلهَ إلَّا اللهُ ، قال : أشهدُ أنْ لا إلهَ إلَّا اللهُ ، ثُمَّ قال :أشهدُ أنَّ محمدًا رسولُ اللهِ ، قال :أشهدُ أنَّ محمدًا رسولُ اللهِ ، ثُمَّ قال : حَيَّ على الصَّلاةِ ، قال : لا حولَ ولا قوةَ إلَّا باللهِ ، ثُمَّ قال : حَيَّ على الفلاحِ ، قال : لا حولَ ولا قوةَ إلَّا باللهِ ، ثُمَّ قال : اللهُ أكبرُ اللهُ أكبرُ ، قال : اللهُ أكبرُ اللهُ أكبرُ ، ثُمَّ قال : لا إلهَ إلَّا اللهُ ، قال : لا إلهَ إلَّا اللهُ ، من قلبِهِ دخلَ الجنةَ
“Seandainya muadzin mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, maka hendaklah kita mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar. Dan ketika muadzin mengucapkan Asyhadu alla ilaha illallah, maka ucapkanlah Asyhadu alla ilaha illallah. Begitu pula saat muadzin mengucapkan Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, ucapkanlah Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah. Ketika muadzin mengucapkan Hayya ‘alash shalah, ucapkanlah la haula wa la quwwata illa billah. Begitu pula ketika muadzin mengucapkan Hayya ‘alal falah, ucapkanlah la haula wa la quwwata illa billah. Ketika muadzin mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, maka ucapkanlah Allahu Akbar, Allahu Akbar. Dan terakhir, ketika muadzin mengucapkan La ilaha illallah, maka ucapkanlah La ilaha illallah. Orang yang mengamalkan ini dari hatinya, akan dimasukkan ke dalam surga.” (HR. Muslim)
Subhanallah, balasan surga itu luar biasa istimewa, sangat besar. Namun meskipun balasannya istimewa dan besar, amalannya ringan. Hanya dengan menirukan muadzin, dan itu amalan yang ringan. Tetapi ada syaratnya, yakni kalimat-kalimat tersebut harus diucapkan dari hati.
Apa maksudnya “dari hati”?
Maksud “dari hati” di sini adalah ikhlas. Ikhlas itu tempatnya di hati. Orang akan masuk surga jika mengamalkan amalan ini dengan syarat ikhlas. Jadi, ikhlas itu benar-benar dari hati, bukan sekadar ucapan mulut.
Selain itu, mungkin bisa juga ditafsirkan bahwa “dari hati” berarti bukan hanya ikhlas, tetapi juga memahami maknanya. Jadi, ketika kita mendengarkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, kita tidak hanya mengucapkannya, tetapi juga memahami makna dari kalimat tersebut.
Makna kalimat Allahu Akbar adalah Allah Maha Besar. Berarti selain Allah kecil jika dibandingkan dengan kebesaran Allah. Jadi, ketika kita menirukan muadzin dengan mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar yang artinya Allah Maha Besar, maka selain Allah dianggap kecil. Maka tinggalkan hal kecil itu ketika yang besar hanya Allah.
Jika kita perhatikan, sunnah menirukan muadzin hampir seluruhnya sama kecuali pada dua kalimat, yaitu Hayya ‘ala shalah dan Hayya ‘ala al-falah. Ketika muadzin mengucapkan Hayya ‘ala shalah kita disunahkan untuk menjawab dengan kalimat Laa hawla wa laa quwwata illa billah (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Begitu juga ketika muadzin mengucapkan Hayya ‘ala al-falah, kita disunnahkan untuk menjawab hal yang sama.
Pertanyaannya, mengapa kita tidak menjawab dengan kalimat yang sama seperti pada bagian lainnya? Jawaban paling mudah dan benar adalah karena hal itu telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Jawaban yang kedua adalah karena, menurut para ulama, ketika muadzin mengucapkan Hayya ‘ala shalah dan Hayya ‘ala al-falah, artinya adalah “marilah kita shalat”. Pertanyaannya, apakah kita bisa memenuhi ajakan itu tanpa bantuan Allah? Tentu tidak. Oleh karena itu, kita ucapkan Laa hawla wa laa quwwata illa billah, yang artinya kita sedang memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk memenuhi panggilan-Nya.
Apakah orang yang kuat fisiknya pasti bisa memenuhi panggilan itu? Belum tentu. Ada orang yang bisa berlari maraton sejauh sepuluh kilometer tanpa henti, tetapi untuk berangkat ke masjid yang jaraknya hanya lima puluh meter, bahkan mungkin hanya tiga meter atau sepuluh langkah dari rumahnya, tidak bisa. Itu bukan karena urusan kekuatan fisik, tetapi karena hidayah. Ada orang yang secara fisik mampu, tetapi tidak mau berangkat karena belum mendapatkan hidayah.
Ada juga sebaliknya, seseorang yang ingin sekali berangkat ke masjid. Dia sudah mendapatkan hidayah, tetapi tidak bisa berangkat karena sakit. Dia sangat ingin mendengar azan dan merasakan kerinduan yang luar biasa, tetapi tidak mampu berjalan karena kondisinya. Boro-boro berjalan, untuk bangkit dari tempat tidur saja kepalanya sudah pusing.
Oleh karena itu, ketika kita mendengar panggilan adzan dengan kalimat “marilah shalat”, kita disunahkan untuk mengucapkan Laa hawla wa laa quwwata illa billah (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah), agar kita mendapatkan pertolongan dan bantuan dari Allah.
Lihat juga: Sunnah-Sunnah Ketika Mendengarkan Adzan
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54531-menjawab-muadzin/